Tampak Depan Museum Dharma Wiratama |
Alamat : Jl. Jend. Sudirman No. 75 Yogyakarta
Nomer
Telepon :
+62(0)274 561417
Pimpinan :
Jenis
Museum :
Museum Militer
Status
Museum : Museum Pemerintah
Dokumen
Penetapan : KSAD No. 10-50 tanggal 1
Juli 1958
KSAD No 760/9/1959 Tanggal 8 September 1959
Peraturan Kasad Nomor Perkasad/25/V/2008 tanggal 6 Mei 2008.
KSAD No 760/9/1959 Tanggal 8 September 1959
Peraturan Kasad Nomor Perkasad/25/V/2008 tanggal 6 Mei 2008.
Museum Pusat TNI Angkatan Darat "Dharma
Wiratama" yang kini menjadi salah satu bagian dari Dinas Sejarah Angkatan
Darat, adalah merupakan hasil validasi dari Dinas Pembinaan Mental Angkatan
Darat pada tanggal 5 Nopember 2008, sesuai dengan Peraturan Kasad Nomor
Perkasad/25/V/2008 tanggal 6 Mei 2008.
Perintisan Museum Pusat TNI Angkatan Darat
"Dharma Wiratama" ini telah dilakukan oleh Disjarahad sejak tahun
1956 di mana saat itu masih bernama SMAD (Sejarah Militer Angkatan Darat ),
yang diharapkan dapat digunakan untuk menampung benda-benda koleksi perjuangan
TNI Angkatan Darat. Dengan pertimbangan bahwa museum TNI AD mempunyai
tugas,fungsi dan peranan sebagai bagian dari dinas sejarah militer angkatan
darat dengann sasaran mewariskan nilai nilai kepejuangan para pahlawan bangsa,
khususnya TNI/ABRI.
Kegiatan ini dimulai dengan berdirinya suatu Biro
Museum (Sesuai Surat Penetapan KSAD No. 10-50 tanggal 1 Juli 1958) dalam
lingkungan Sejarah Militer Angkatan Darat (SMAD).
Museum tersebut direncanakan berdiri di kota
Yogyakarta mengingat kota ini pernah menjadi Ibukota RI di masa perang
kemerdekaan. Untuk itu SMAD menjalin kerjasama dengan perintis monument
setengah abad kebangkitan nasional yang diketuai oleh Sri Sultan Hamengku
Buwono IX, pihak SMAD diberi ijin menggunakan sebagian tanah kompleks brontokusuman
24 Yogyakarta (sekarang jalan Kolonel Sugiono 24). Pendirian museum tersebut di
Sahkan oleh KASAD dengan surat keputusan No 760/9/1959, tanggal 8 September
1959
Pada
tanggal 17 Juni 1968 Museum TNI AD dipindahkan ke gedung kediaman resmi Jendral Sudirman di Jalan Bintaran Wetan no 3, Yogyakarta. Di Gedung Itu pulalah semua kebijakan perjuangan TNI/ABRI diolah dan di cetuskan.
beberapa tahun kemudian terjadi perkembangan, sehubungan dengan kemajuan lingkup perjuangan TNI AD yang harus diabadikan dalam museum. Penggunaan gedung tersebut sebagai museum TNI AD dianggap kurang memadai lagi karena gedung itu lebih tepat bila di fungsikan sebagai Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jendral Sudirman. Museum itu di tugasi menghimpun dan menyajikan koleksi yang berhubungan dengan biografi dan perjuangan Pangsar Jendral Sudirman. Adapun gedung yang baru direncanakan sebagai Museum pusat TNI AD adalah Bekas Benteng Vredenburg di Jalan A. Yani Yogyakarta.
Tetapi pada saat itu Presiden Suharto mempunyai gagasan bahwa Benteng Vredenburg lebih tepat jika dimanfaatkan untuk taman budaya yang selanjutnya pengelolaanya di serahkan kepada Depdikbud. Selanjutnya SMAD mengajukan altenatif pembangunan gedung Museum Pusat TNI AD kepada kasad diantaranya menggunakan Gedung Markas Korem 072/Pamungkas yang terletak di Jalan Jendral Sudirman 47 (sekarang 75) Yogyakarta. selanjutnya diadakan koordinasi dengan Kodam VII/Diponegoro (sekarang Kodam VI/Diponegoro) selaku instansi yang membawahi Korem 072/Pamungkas. Dengan diterbitkannya surat perintah kepada Pangdam Diponogoro agar menyerahkan gedung tersebut untu dimanfaatkan sebagai Museum Pusat TNI AD Dharma Wiratama. hal ini mengacu kepada Surat Keputusan Kasad no Skep/547/VI/1982, tanggal 17 Juli 1982 Museum Pusat TNI AD Dharma Wiratama di sahkan dan Diresmikan pada tanggal 30 Agustus 192 oleh Kasad Jendral TNI Poniman
Bangunan
Museum ini memiliki 22 ruangan koleksi
Koleksi
ROOM I : INTRODUCTION ROOM.
Ruangan ini berada di tempat paling depan dari gedung utama. Sesuai dengan
namanya, maka ruang pengantar merupakan tempat untuk mengantar pemikiran para
pengunjung ke satu arah yaitu memahami nilai dan arti perjuangan para pahlawan
dan pejuang di dalam menegakkan kemerdekaan, melalui kolehsi benda bersejarah
yang disimpan di dalam Museum TNI Angkatan Darat Dharma
Wiratama ini. Untuk
itulah di ruangan ini di pamerkan beberapa bukti perjuangan, yaitu kronologi
perlawanan Bangsa Indonesia terhadap penjajahan (1511 - 1945), kronologi perjuangan bangsa di dalam
merebut, menegakkan dan mengisi kemerdekaan serta skema perkembangan dan
perjuangan Angkatan Darat.
RUANG II : RUANG JENDERAL SUDIRMAN. RUANG III : RUANG LETJEN URIP SUMOHARJO.
Ruangan ke III adalah merupa- kan ruang kerja Letjen Urip Sumoharjo. Dari
ruangan ini Letjen Urip S. sebagai Kepala Staf telah menyumbangkan dharma
bhaktinya sejak pembentukan/penyusunan TNI hingga saat-saat menghadapi
tantangan dari pihak penjajah. Benda-benda di dalam ruangan tersebut
mencerminkan pengabdian Letjen Urip S. sebagai salah seorang Bapak TNI.
Letnan Jenderal TNI Urip Sumoharjo adalah Kepala Staf Umum pada masa perang
kemer-dekaan. Beliau diangkat sebagai Kepala Staf Umum TKR pada tanggal 15
0ktober 1945. Dari hasil konperensi TKR yang pertama tanggal 12 Nopember 1945,
Letjen Urip terpilih sebagai Kepala Staf Umum TKR mendampingi Jenderal Sudirman
yang terpilih menjadi Panglima Besar TKR.
RUANG IV : RUANG PALAGAN.
Ruang IV merupakan ruang Palagan, menggambarkan Sejarah Per-juangan Bangsa
Indonesia untuk membela dan mempertahankan Proklamasi 17-8-1945, dengan
ber-bagai macam peristiwa kepahlawanan di seluruh wilayah Nusantara. Semangat
jiwa perjuangan tersebut ditandai dengan adanya berbagai pertempuran di seluruh
wilayah Nusantara. Hal itu terjadi dikarenakan oleh sikap Jepang, Sekutu dan
Belanda yang tidak menghormati kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Peristiwa kepahlawanan Bangsa Indonesia dalam periode Perang Kemerdekaan,
terutama sebelum Perjanjian Linggarjati, dikenal dengan sebutan 8 Palagan. Hal
itu tidak berarti bahwa selain 8 Palagan itu tidak ada pertempuran atau
perjuangan lainnya. Adapun ke 8 Palagan itu :
1. Palagan Medan.
Palagan Medan dikenal pula dengan sebutan Perjuangan Medan Area. Peristiwa
kepahlawanan itu terjadi di kota Medan dan sekitarnya dalam rangka membela dan
mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945.
Pertempuran terjadi antara pejuang Bangsa Indonesia me-lawan Sekutu/BeIanda
yang ber-langsung sejak bulan Oktober 1945 sampai Agresi Belanda I, 21 Juli
1947. Pertempuran antara pejuang Bangsa Indonesia di kota Medan dan sekitarnya
yang berlangsung dari bulan Oktober 1945 sampai dengan Juli 1947 itu, dikenal
dengan sebutan Palagan Medan.
2. Palagan Palembang.
Palagan Palembang dikenal pula dengan sebutan Pertempuran 5 Hari Lima Malam
di sepanjang Sungai Musi. Peristiwa kepahlawanan yang terjadi di kota Palembang
ini merupakan perjuangan bangsa Indonesia menghadapi Sekutu/ Belanda.
Perjuangan tersebut berlangsung dari tanggal 1 Januari 1947 s.d. 5 Januari
1947. Pertempuran-pertempuran tersebut terjadi di kota Palembang dan
sekitarnya, terutama sepanjang Sungai Musi.
3. Palagan Bandung.
Palagan Bandung merupakan peristiwa kepahlawanan bangsa Indonesia di kota
Bandung dan sekitarnya. Palagan Bandung dikenal pula dengan sebutan Bandung
Lautan Api. Pertempuran terjadi sejak akhir bulan Nopember 1945 s.d. tanggal 24
Maret 1946 antara pejuang di kota Bandung dengan Jepang, Sekutu/ Belanda.
Puncak kepahlawanan terjadi pada tanggal 23, malam 24 Maret 1946, di mana kota
Bandung dibumihanguskan, sehingga bagaikan lautan api, oleh karena itu kemudian
dikenal dengan sebutan Bandung Lautan Api.
4. Palagan Semarang.
Palagan Semarang merupakan suatu pertempuran antara pejuang Bangsa Indonesia
di daerah Semarang dan sekitarnya. Peristiwa kepahlawanan tersebut dikenal
dengan sebutan Pertempuran Lima Hari di Semarang. Dalam pertempuran tersebut
pejuang Bangsa Indonesia di Semarang menghadapi musuh tunggal yaitu Jepang.
Pertempuran terjadi antara tanggal 15 s.d 18 Oktober 1945.
5. Palagan Ambarawa.
Palagan Ambarawa merupakan peristiwa kepahlawanan bangsa Indonesia dalam
menghadapi Jepang dan Sekutu/Belanda. Pertempuran-pertempuran di-awali dari
kota Magelang sejak bulan Oktober 1945 dan berakhir dengan dikuasainya kota
Ambarawa oleh pejuang RI dari Sekutu/Belanda di kota Ambarawa dan sekitarnya.
Kemudian pertempuran ini lebih dikenal dengan sebutan Palagan Ambarawa.
6. Palagan Surabaya.
Upaya menghadang pen-daratan tentara Sekutu yang di-boncengi oleh Belanda di
daerah Surabaya menimbulkan peristiwa kepahlawanan yang dikenal dengan sebutan
Palagan Surabaya. Pertempuran antara Pemuda dan pejuang RI melawan Jepang,
Sekutu dan Belanda di kota Surabaya dan sekitarnya mencapai klimaknya pada
tanggal 10 Nopember 1945. Sebagai penghargaan atas perjuangan Bangsa Indonesia
di Surabaya itu, pemerintah menetapkan bahwa tanggal 10 Nopember sebagai Hari
Pahlawan, yang diperingati setiap tahun.
7. Palagan Bali.
Palagan Bali merupakan peristiwa kepahlawanan di pulau Bali periode sebelum
Agresi Belanda pertama di bawah pimpinan Letkol I Gusti Ngurah Rai, Pertempuran
tersebut puncaknya terjadi di suatu medan terbuka (ladang) di desa Uma Kaang.
Dalam pertempuran yang terjadi pada tanggal 20 Nopember 1946 di sawah Uma Kaang
itu seluruh pasuhan I Gusti Ngurah Rai melaksanakan "Puputan", bertempur
sampai titik darah penghabisan. Perjuangan pemuda-pemuda di Bali melawan
Sekutu/BeIanda dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia dibawah
Pimpinan Letkol I Gusti Ngurah Rai itu di kenal pula dengan sebutan
"Puputan Marga Rana".
8. Palagan Makasar.
Palagan Makasar merupakan bukti nyata peristiwa kepahlawan-an yang terjadi
di kota Makasar dan sekitarnya. Rakyat bertekad bulat mempertahankan
kelangsungan hidup Negara dan Bangsa Indonesia. Oleh karena itu datangnya
tentara Sekutu/Belanda disambut dengan semangat perjuangan. Akibatnya terjadi
pertempuran-pertempuran di kota Makasar dan sekitarnya antara bulan Oktober
1945 sampai dengan bulan April 1946. Pertempuran itu lebih dikenal dengan
Palagan Makasar. Selama pertempuran itu dipihak Indonesia telah jatuh korban
"40.000 jiwa". Di samping koleksi yang berkaitan dengan 8 Palagan,
dipamerkan pula Seragam Tentara Peta dan Seragam TKR.
Di dalam ruang ini dipamerkan berbagai macam senjata yang pernah dipergunakan
oleh para pejuang untuh menegakkan dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dari kaum penjajah. Dalam rangka menegakkan serta mempertahankan
Negara Kesatuan Republik Indonesia telah dipergunakan berbagai macam senjata
sebagai modal perjuangan. Senjata-senjata tersebut ke-banyakan berupa senjata
tradisional seperti bambu runcing, tombak, keris, klewang, panah dan lain-lain.
Di samping itu juga telah di-gunakan beberapa senjata hasil rampasan dari
Jepang dan Belanda serta senjata-senjata buatan sendiri seperti granat gombyok
dan meriam hecepek dari Palembang. Meriam kecepek ini pernah digunakan oleh
para pejuang untuk menghancurkan Motor Boat Belanda di Sungai Musi.
Senjata-senjata yang bersifat tradisional, senjata buatan sendiri maupun
senjata yang bersifat semi modern dari hasil rampasan tersebut, telah banyak
membantu para pejuang kita khususnya Angkatan Darat dalam mempertahankan,
menegakkan dan mengisi kemerdekaan RI sesuai dengan cita-cita Proklamasi 17
Agustus 1945.
Dalam masa perjuangan menegakkan Proklamasi ke-merdekaan, para pejuang telah
maju ke medan laga dengan persenjataan yang ada, jauh tidak memadai apabila
dibandingkan dengan persenjataan musuh. Pada waktu itu rakyat di pedesaan
dengan ikhlas dan se-penuh hati membantu perjuangan. Perwujudan dari bantuan
ini ialah adanya dapur-dapur umum di setiap sektor pertempuran. Bahan-bahan
baku sepenuhnya berasal dari rakyat. Peralatan yang digunakan untuk memasak
juga masih sederhana yaitu alat-alat yang ada di desa dan sangat sederhana
(seperti kukusan, dandang, kekep, bakul, tenggok dan lain-lain). Tungku juga
dibuat seperti yang biasa ada di dapur, yaitu dari tumpukan bata. Untuk bahan
bakar biasa digunakan dari kayu dan api yang pertama biasa didapat dari daun
kelapa kering (blarak). Sementara itu karena dapur umum ini sifatnya tidak
permanen, maka hanya dibuat dari bambu dengan atap "drepepe" (daun
kelapa). Semua masakan baik berupa nasi yang dibungkus daun pisang yang dewasa
itu dikenal dengan istilah khas "Nuk" maupun singkong rebus dan
lain-lain dikirim ke garis depan oleh "tobang" (pelayan). Air yang
digunakan memasak disimpan dalam "pengaron", yang diambil dari sumur
atau sumber menggunakan "klenting".
Di samping itu dalam dapur umum ini dilengkapi pula alat komunikasi bila ada
bahaya yang berupa kentongan. Alat ini barfungsi pula
sebagai alat perhubungan untuk mengumpulkan anggota.Dari sistem dapur umum masa
perjuangan kemerdekaan ini tercerminlah kemanunggalan TNI-rakyat perlu kita
warisi dan lestarikan.
RUANG VII : RUANG ALHUB DAN ALKES.
Ruang ketujuh adalah ruang koleksi alat perhubungan dan alat kesehatan yang
dipergunakan pada masa perang kemerdekaan ntara tahun 1945-1950. Benda-benda
ter-sebut banyak membantu para pejuang kita dalam mempertahankan kemerdekaan 17
Agustus 1945. Dalam ruangan tersebut di-pamerkan antara lain : Telepon Belanda,
Baterey radio, Radio pemancar penerima TRT, Pesawat induk TRT, Pesawat penerima
R. 107, Pemancar BC - 191 - N, Pesawat SCR 284/BC. 694, Pesawat pemancar dan
penerima HF 156, Pesawat pemancar dan penerima WS - 19.
Bagaimana peranan pesawat pemancar dan penerima tersebut antara lain seperti
dari pemancar WS - 19 dalam membantu para pejuang kita dengan ciri-ciri sebagai
berikut : Type : Penerima / Pemancar/ Telegrafi. Golongan : Tetap - Mobil.
Frekwensi : 2 - 8 MC/S. Tenaga : Accu 12V. Buatan : USA tahun 1942. Pemancar
tersebut yang me-rupakan peninggalan Perang Dunia II, semasa agresi militer
Belanda ll tahun 1948/1949 oleh Kompi Sawarno Yon 441 (Condrobirowo) dapat
berhasil direbut dari Belanda beserta accunya dalam pertempur-an di Sanggrak
Gundih Purwodadi.
Setelah pengakuan kedaulatan (Tahun 1950) alat tersebut diguna-kan Det. PHB
40/TT IV untuk kegiatan-kegiatan Operasi pe-numpasan DI/TII di daerah
Brebes/GBN IV. Hingga kini masih aktif digunakan di Korem 071 dan di
Kodim-kodim.
Sedangkan satuan-satuan Brigade Mobil Divisi III Jawa Tengah (Brigade Mataram)
pimpinan Letkol Soeharto (Presiden RI kedua) dengan 2 Batalyon terdiri dari
Batalyon Kresno dan Batalyon Seno serta Kompi PHB Brigade Mataram Pimpinan
Lettu R. Gunung menggunakan alat-alat PHB yang antara lain : Pesawat Pemancar
Generator tangan buatan sendiri, Pesawat pemancar Sub Marine 100 watt rampasan
dari PTT Belanda di Yogyakarta, Pesawat Carima WS-19, SCR-284. WS-31, WS-38,
WS.-22 Ex peninggalan dari Militer Expedisi berangkat ke Makasar dalam
penumpasan Andi Azis sekitar April 1950.
Di dalam ruang perang kemerdekaan, digambarkan dharma bhakti Angkatan Darat
di dalam mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dari agresi
Militer Belanda yang pertama pada tanggal 21 Juli 1947 serta Agresi Militer
Belanda kedua yang dimulai pada tanggal I9 Desember 1948.
Berbagai senjata serta perlengkapan yang dipergunakan untuk menanggulangi
agresi militer Belanda I dan II dipamerkan sesuai dengan nilai historisnya. Di
samping itu untuk memantapkan dan menggalang tekad perjuangan satuan Angkatan
Darat, kiranya panji-panji Divisi TKR saat itu merupakan satu koleksi yang
dapat menggugah semangat dan pengabdian kita bagi bangsa dan negara. Kesemua
benda-benda itu periu kita abadikan mengingat bahwa perjuangan membela dan
mempertahankan kemerdekaan di-lalui dengan ketabahan dan ke-uletan. Dalam
menghadapi kekuatan Belanda, khususnya dalam agresi militer pertamanya Angkatan
Darat harus menyusun kekuatan ini dalam beberapa kali perubahan baik nama di
samping tentunya juga perubahan dari jumlah kekuatan yang ada dalam susunan
baru. Mulai BKR yang lahir di setiap kampung dan kota, disempurnakan menjadi
TKR dalam arti Keamanan Rakyat yang akhirnya menjadi TNI.
Letkol Soeharto (kemudian Presiden RI ke-2)bermarkas di Bibis/Segoroyoso
menggunakan per- lengkapan alat rumah tangga yang sederhana, tetapi mempunyai
nilai historis yang penting, di samping itu Serangan Umum atau Serangan
Perpisahan pada bulan Agustus 1949 ke kota Solo di bawah pimpinan Letkol Ign.
SIamet Riyadi (Pahlawan Nasional) serta pertempuran-pertempuran di
daerah-daerah lainnya cukup meng-goyahkan kedudukan Belanda baik di bidang
militer maupun politik.
Melihat kenyataan tersebut akhirnya Belanda terpaksa membuka jalan
perundingan. Melalui Konperensi Meja bundar di Den Haag Belanda mengakui
kedaulatan Rl atas wilayah yang dahulu disebut Hindia Belanda itu. Dengan itu
pula Belanda gagal memenuhi impiannya hendak menjajah kembali tanah air
Indonesia ini.
RUANG XI : RUANG PANJI-PANJI.
Ruang XI, merupakan ruangan khusus yang menyimpan benda- benda koleksi
Museum yang mempunyai nilai lambang. Lambang tersebut dapat berupa bendera
suatu Negara dan lambang kesatuan TNI khususnya dalam lingkungan Angkatan
Darat.
RUANG XII : RUANG GAMAD.
Di dalam ruang Gamad ini terpampang berbagai bentuk dan type seragam
Angkatan Darat beserta atributnya sejak tahun 1950 hingga sekarang. Penggunaan
pakaian seragam merupakan salah satu syarat yang tidak dapat ditinggalkan bagi
satuan reguler. Angkatan Darat telah mempergunakan pakaian seragam dengan
berbagai corak sesuai dengan masanya.
Pemberian Tanda Kehormatan/ Penghargaan yang berupa Bintang/ Satyalencana
merupakan suatu peng- akuan dan penghargaan terhadap jasa seorang prajurit
kepada Negara dan dalam rangka memberikan dorongan moril, serta rasa bangga
kepada yang bersangkutan. Berdasarkan Radiogram Kasad No. T-1153/1959,
pemberian dan penerimaan Bintang/SatyaIencana beserta piagamnya terhitung mulai
tanggal 1 April 1959, diatur dan diselesaikan oleh DITAJ (JANMIN-PERSAD), tidak
lagi oleh AS 3 Kasad.
Tanda kehormatan/penghargaan merupakan pemberian atas jasa prajurit di dalam
berjuang pada peristiwa yang terjadi pada tahun-tahun yang lalu. Mengingat
bahwa pada saat dikeluarkannya per-aturan belum terdapat catatan tentang siapa
yang berhak me-nerimanya, maka dibuatlah ke-tentuan bahwa anggota yang
bersangkutan diharuskan mengaju-kan permohonan dan mengisi angket (daftar
pertanyaan), untuk memudahkan penggolongan mereka, siapa-siapa yang dapat
diajukan untuk diberi tanda jasa. Adapun ketentuan-ketentuan selanjutnya
di-atur oleh Panitia Tanda Jasa.
RUANG XIV, XV, XVI : RUANG PERISTIWA.
Di dalam ruang ini digambarkan beberapa peristiwa pem-berontakan yang pernah
terjadi di dalam negeri serta berbagai macam operasi militer yang pernah
dilaku-kan demi terciptanya keamanan di dalam wilayah Negara Kesatuan RI. Dalam
rangka menegakkan dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
telah dialami berbagai macam ancaman dan rongrongan dari dalam negeri, baik
dari extrim kiri yaitu pemberontakan PKI maupun extrim kanan yaitu DI/TII dan
juga dari kaum separatis. Namun ancaman/rongrongan tersebut akhirnya dapat
ditumpas seluruhnya. Begitu juga untuk me-ngembalikan serta menyatukan kembali
wilayah NKRI dari Sabang sampai Merauke telah dilakukan Operasi Trikora di
Irian Jaya, di samping berbagai macam gerakan Operasi Militer untuk memulihkan
keamanan dalam negeri.
RUANG XVII : RUANG ALAT PERALATAN.
Di dalam ruangan ini terdapat koleksi benda-benda bersejarah berupa
senjata-senjata, alat optik. alat perhubungan, dan mesin IBM, khususnya pada
periode tahun 1950 hingga sekarang, baik yang saat itu merupakan alat peralatan
standar maupun non standar. Benda-benda tersebut di atas telah banyak berjasa
dalam bidang operasi satuan-satuan Angkatan Darat khususnya dalam
me-nanggulangi gangguan keamanan dari pihak-pihak yang merongrong Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
RUANG XVIII : UNITY CHARTER OF INDONESIAN ARMY AND GARUDA CONTINGENT
ROOM
Campur tangan Parlemen di dalam masalah-masalah internal Militer utamanya
Angkatan Darat sebagai akibat dari sistem pemerintahan Indonesia yang menganut
sistem Kabinet Parlementer pada era �50an
menimbulkan rasa tidak simpatik rakyat terhadap Parlemen. Bentuk dari rasa
antipati rakyat dengan terjadinya demonstrasi di depan Istana Merdeka dan
Gedung Parlemen pada tanggal 17 Oktober 1952 yang menuntut pembubaran parlemen
karena dianggap kinerjanya mengecewakan. Pada saat yang bersamaan Kasad Kolonel
A.H. Nasution menghadap Presiden Ir. Soekarno di Istana untuk menyampaikan
laporan tentang situasi pemerintahan utamanya masalah kinerja Parlemen dan
menyarankan untuk mengambil kebijakan terhadap campur tangan parlemen di
Angkatan Darat.
Laporan dan saran Kasad tidak ditanggapi oleh Presiden, malah berakibat
pembebasan Kolonel A.H. Nasution dari jabatan Kasad pada tanggal 5 Desember
1952. Pada tanggal 22 Desember 1952 Kolonel Bambang Sugeng dilantik menjadi
Kasad oleh Presiden Soekarno dan mendapat tugas untuk menyelesaikan Peristiwa
17 Oktober 1952 yang diindikasikan melibatkan personel Angkatan Darat.
Ruang ini juga memamerkan benda-benda koleksi kontingen Garuda. Meskipun di
dalam negeri TNI masih menghadapi masalah separatis dan pemberontakan namun
sebagai anggota masyarakat dunia, Indonesia juga berkewajiban terlibat dalam
menjaga perdamaian dunia di bawah koordinasi PBB. Ini dibuktikan dengan
pengiriman pasukan TNI dalam kontingen Garuda.
Tindakan biadab golongan pemberontak G 30 S/PKI yang me-lakukan penculikan
dan penyiksaan terhadap tubuh pimpinan Angkatan Darat itu mengakibatkan
gugurnya sembilan orang Perwira Angkatan Darat. Kesembilan Perwira Angakatn
Darat yang gugur akibat pemberontakan G 30 S/PKI itu kemudian dikenal dengan
sebutan "Sembilan Pahlawan Revolusi". Adapun kesembilan Pahlawan
Revolusi itu adalah :
1. Jenderal TNI Anumerta A. Yani
2. Letnan Jenderal TNI Anumerta R. Suprapto
3. Letnan Jenderal TNI Anumerta M.T. Haryono
4. Letnan Jenderal TNI Anumerta Suwondo Parman
5. Mayor Jenderal TNI Anumerta Donald Ignatius Panjaitan
6. Mayor Jenderal TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo
7. Brigadir Jenderal TNI Anumerta Katamso Dharmokusumo
8. Kolonel Infanteri Anumerta Sugiyono
9. Kapten Czi Anumerta Piere Tendean
Pemberontakan G 30 G/PKI merupakan lembaran hitam dalam sejarah perjuangan bangsa
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD '45. Betapa tidak, karena sikap
dan sifat kebiadaban golongan pemberontak yang tidak mengenal peri-kemanusiaan.
Selain itu golongan pemberontak yang didalangi oleh PKI bermaksud pula untuk
meng-adakan perebutan kekuasaan Pemerintah RI yang sah. Sebagai akibatnya
timbul berbagai kekacau-an karena golongan pemberontak melakukan penculikan
terhadap tokoh-tokoh Pimpinan Angkatan Darat yang gigih membela Pancasila dan
UUD '45.
Sejak berita penculikan para perwira Angkatan Darat oleh G 30 S/PKI telah
diketahui Mabad. Pangkostrad Mayjen TNI Soeharto selaku PATI paling senior
meng-ambil kebijakan untuk mencari jenazah para perwira yang diculik
tersebut.Di Jakarta, Gerakan operasi pencarian para Pimpinan Angkatan Darat
yang diculik dibawah pimpinan Panglima Kostrad Mayor Jenderal Soeharto segera
dilakukan Kesatuan Kostrad dan RPKAD di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhi
Wibowo.Pada tanggal 3 Oktober 1965 sumur tua yang dipergunakan untuk mengubur
ketujuh Pahlawan Revolusi berhasil diketemukan. Pada tanggal 4 Oktober 1965
berhasil diangkat dan pada malam harinya disemayankan di Aula Mabad. Pada
tanggal 5 Oktober 1965 ketujuh Pahlawan Revolusi dimakamkan di Taman Makam
Pahlawan Kalibata Jakarta.
Di Yogyakarta operasi pencarian terhadap Danrem 072/Pmk dan Kasrem 072/Pmk
yang telah diculik oleh gerombolan pemberontak G 30 S/ PKI segera dilakukan
gerakan operasi dipimpin langsung oleh "Care Taker" Dan Rem 72/Pmk
Kolonel Widodo. Sesudah diadakan operasi pencarian tersebut akhirnya pada
tanggal 20 Oktober 1965 kedua jenazah pejabat Korem berhasil diketemukan. Pada
tanggal 21 Oktober 1965 kedua jenazah Pahlawan Revolusi itu disemayamkan di
Aula Korem 72/Pmk dengan mendapat penghormatan yang meluap dari seluruh lapisan
masyarakat. Pada tanggal 22 Oktober 1965 jenazah kedua Pahlawan Revolusi
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara Semaki Yogyakarta.
Penumpasan terhadap golongan pemberontakan G 30 S/PKI dilakukan oleh
pasukan-pasukan Kostrad dan RPKAD dipimpin Kolonel Sarwo Edhi Wibowo. Gerakan
operasi penumpasan tersebut dilakukan di daerah Jakarta dan sekitarnya. Di Jawa
Tengah dilakukan di Semarang, Boyolali, Surakarta dan daerah-daerah lain.
Demikian pula di daerah luar pulau Jawa diadakan gerakan serupa yang dilakukan oleh
kesatuan Kodam setempat. Penumpasan terhadap sisa-sisa G 30 S/PKI terus
dilakukan di seluruh wilayah Nusantara. Sebagai contoh di Jawa Timur,
pengejaran terhadap sisa-sisa PKI dilakukan dengan Operasi Trisula dipimpin
oleh Kolonel Inf Witarmin di Blitar Selatan pada tahun 1968.
Di Kalimantan, sisa-sisa PKI bergabung dengan
separatis Kalimantan mendirikan organisasi PGRS (Pasukan Gerilya Rakyat
Serawak) dan Paraku (Pasukan Rakyat Kalimantan Utara) dipimpin oleh S.A.
Sofyan. Setelah TNI melancarkan operasi penumpasan, akhirnya pada tahun 1974
S.A Sofyan tertembak mati dan pemberontakan berhasil ditumpas. Dalam ruangan XX
ini dipamerkan meliputi benda-benda bukti penumpasan G 30 S/PKI dan
sisa-sisanya seperti senjata, bendera PKI, bendera PGRS/ Paraku, perlengkapan
Mayjen TNI Soeharto, perlengkapan militer Kolonel Sarwo Edhi Wibowo dan
sebagainya.
Jadwal Buka
senin-kamis
: 08.00-13.00
jumat
: 08.00-11.00
No comments:
Post a Comment